Thursday 19 February 2015

Filled Under:

KAITAN FILSAFAT DENGN PENGETAHUAN ILMU DAN MORAL

TUGAS
“FILSAFAT ILMU”



OLEH


NURHAMIDAH
(1429040017)
PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA & KOMPUTER

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR








1.  KAITAN ILMU DENGAN MORAL

Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secaraterbuka oleh masyarakat.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 237). Jikalau hasil penemuan perseorangan tersebut memenuhi syarat-syarat keilmuan maka ia akan diterimasebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan dalam masyarakat.
Moral merupakan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukankeberanian moral. Moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. (Jujun S. Suriasumantri, FilsafatIlmu, 1990, hal. 234 – 235).
Pada kenyataan sekarang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangattergantung kepada ilmu dan teknologi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka pemenuhankebutuhan hidup manusia dapat dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengandiciptakannya peralatan teknologi dibidang kesehatan, transportasi, pendidikan dankomunikasi, maka mempermudah manusia dalam menyelesaikan pekerjaan untuk pemenuhankebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataan apak ilmu selalu merupakan berkah, terbebasdari hal-hal negatif yang membawa malapetaka dan kesengsaraan?
Sejak dalam tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang.Ilmu bukan saja digunakan untuk mengusai alam melainkan juga untuk memerangi sesamamanusia dan mengusai mereka. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yangmemberikan kemudahan bagi kehidupan manusia melainkan dia berada untuk tujuaneksistensinya sendiri.
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhireproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi bukan saja menimbulkan gejaladehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapaitujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri,atau dengan perkataan lain ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusiamencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri. Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 231).
Sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moralnamun dalam perspektif. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentangkesemestaan alam dan menemukan bahwa ³bumi yang mengelilingi matahari´dan bukansebaliknya seperti yang dinyatakan oleh ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmudan moral (yang bersumber pada ajaran agama). Dari hal tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik ini yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Pengadilan inkuisisi Galileo ini selama kurang lebih dua setengah abadmempengaruhi proses perkembangan berfikir di Eropa, pada dasarnya mencerminkan pertarungan antara ilmu yang terbebas dari nilai-nilai diluar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan yang ingin menjadikan nilai-nilainya sebagai penafsiranmetafisik keilmuan.Dalam kurun ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: Ilmu yang Bebas Nilai! Setelah pertarungan kurang lebih dua ratus lima puluh tahun maka para ilmuwan mendapatkankemenangan. Setelah saat itu ilmu memperoleh otonomi dalam melakukan penelitiannyadalam rangka mempelajari alam sebagaimana adanya.
Dalam perkembangan selanjutnya ilmu dan teknologi tidak selamanya berjalansesuai dengan yang diharapkan yaitu dalam rangka mensejahterakan kehidupan manusia.Masalah teknologi telah mengakibatkan proses dehumanisasi. Dari perkembangan ilmu danteknologi dihadapkan dengan moral, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat.Golongan pertama ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total seperti pada eraGalileo sedangkan golongan kedua mencoba menyesuaikan kenetralan ilmu secara pragmatis berdasarkan perkembangan ilmu dan masyarakat. Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni: (1) Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif olehmanusia yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan; (2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehinggakaum ilmuwan lebih mengatahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalagunaan; dan (3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapatkemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakikiseperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial
(sosial engineering).
Berdasarkan ketiga hal ini maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harusditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.


2. KAITAN FILSAFAT DENGAN MORAL


Konklusi filsafat moral adalah salah satu dari keistimewaan filsafat moral sebab,filsafat moral inilah yang mengkaji atau berhubungan dengan suatu kebijakan.Jik makna dari filsafat itu sendiri adalah mencintai kebijaksanaan,maka filsafat moral berupaya untuk menggapai kebijakan tersebut dengan menghubungkan persoalan moral.Dalam wacana filsafat moral ini kita dapat mengerti argumen argumen moral sekaligus mengerti mengambil kebijakan terbaik dalam hidup ini.
Moral merupakat bagian dari filsafat. Filsafat sendiri merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia, yang betugas meneliti dan menentukan semua fakta kongkrit hingga yang paling mendasar. Ciri khas filsafat adalah upaya dalam menjelaskan pertanyaan selalu menimbulkan pertanyaan yang baru.
Abdul kadir (2001) memperinci unsur-unsur penting filsafat ilmu sebagai berikut:
1.      Kegiatan intelektualBahwa filsafat merupakan kegiatan yang memerlukan intelektualitas atau pemukiran .
2.      Mancari makna yang hakikiFilsafat memerlukan interpretasi terhadap suatu dalam kerangka pencarian makna yang hakiki.
3.      Segala fakta dan gejalaBahwa objik dari kegiatan filsafat adalah fakta dan gejala yang terjadi secara nyata.
4.      Dengan cara refleksi, metodis dan sistematisFilsafat memrlukan suatu metode dalam kegiatannya serta membutukan prosedur-prosedur yang sistematis.
5.      Untuk kebahagian manusiaTujuan akhir filsafat sebagai ilmu adalah untuk kebahagian manusia.
moral merupakan bagian filsafat, yaitu filsafat moral. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan untuk itu antara lain adalah bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari perbuatan yang baik dan buruk, benar atau salah berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan dalam kehendaknya. Sebagai sebuah ilmu, etika juga berkembang menjadi study tentang kehendak manusia dalam mengambil keputusan untuk berbuat, yang mendasari hubungan antara sesama manusia. Disamping itu, etika juga merupakan study tentang pengembangan nilai moral untuk memungkinkan terciptanya kebebasan kehendak karena kesadaran, bukan paksaan. Adapun alasan yang terahir mengungkapakan bahwa etika adalah studi tentang nilai-nilai manusiawi yang berupaya menunjukkan nilai-nilai hidup yang baik dan benar menurut manusia.
Dalam konteks etika sebagai filsafat dan ilmu pengetahuan ini, perlu dilakukan pemisahan antara etika dan moral. Etika adalah ilmu pengetahuan, sedangkan moral adalah objek ilmu pengetahuan tersebut. Dan sebagai ilmu pengetahuan, etika menelaah tujuan hidup manusia, yaitu kebahagiaan sempurna, kebahagiaan yang memuaskan manusia, baik jasmani maupun rohani dari dunia sampai akhirat melalui kebenaran-kebenaran yang bersifat filosofis.
Perkembangan teknologi yang terjadi dalam kehidupan manusia, seperti refolusi yang memberikan banyak perubahan pada cara berfikir manusia, baik dalam usaha pemecahan masalah, perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan. Para pakar ilmu kognitif telah menemukan bahwa ketika teknologi mengambil alih fungsi-fungsi mental manusia, pada saat yang sama terjadi kerugian yang di akibatkan oleh hilangnya fungsi-fungsi tersebut dari kerja mental manusia.
Perubahan yang terjadi pada cara berfikir manusia sebagai salah satu akibat perkembangan teknologi tersebut, sedikit banyak akan berengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang yang biasanya berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara langsung dengan orang lain, karena perkembangan teknologi internet dan email maka interaksi tersebut menjadi kurang.
Teknologi sebenarnya hanya alat yang digunakan manusia untuk menjawab tantangan hidup. Jadi, faktor manusia dalam teknologi sangat penting. Ketika manusia membiarkan dirinya dikuasai oleh teknologi maka manusia yang lain akan mengalahkannya. Sebenarnya, teknologi dikembangkan untuk membantu manusia dalam melaksanakan aktifitasnya. Hal itu karena manusia memang memilki kterbatasan.



3. KAITAN PENGETAHUAN DENGAN MORAL



Untuk menjelaskan keterkaitan moral dengan pengetahuan, perlu menjelaskan secara sistematis dari penjabaran filsafat. Berdasarkan uraian konseptual pada bab sebelumnya bahwa filsafat, dapat ditafsirakan, yaitu:
Pertama, filsafat adalah upaya spekulatif yang mengajarkan kepada kita untuk mencintai, kebijaksanaan, kebenaran dan mengenal Tuhan (the speculative attempt to present a systematic and complete view of all reality). Spekulatif adalah berdasarkan perkiraan-perkiraan atau berdasrkan dugaan-dugaan/pandangan-pandangan, pemikiran yang telah terbentuk lebih dahulu tanpa mengetahui fakta-fakta yang ada (bassed on guessing or on opinion that have been formed without knowing all the facts) atau menunjukan upaya untuk menduga/memperkirakan sesuatu (showing that you are trying to gues something). Teori adalah sekumpulan ide-ide yang teruji/sudah mapan yang ditujukan untuk menjelaskan mengapa sesuatu itu terjadi (theory, a formal set of ideas that is intended to explain why something happens orexists).
Kedua, filsafat adalah upaya untuk menjelaskan/menggambarkan kenyataan yang paling akhir dan nyata (The attempt to describe the ultimate and real nature of reality). Ketiga, filsafat dapat juga didefinisikan sebagai refleksi atas berbagai pengalaman manusia, atau sebagai upaya pengenalan masalah-masalah yang berkaitan erat dengan kemanusiaan secara rasional, metodikal dan sistematis.
Setelah memberikan penegasan dari tafsiran atas filsafat tersebut, secara spesifik dari alat rasionalisasi dari ilmu pengetahuan adalah logika. Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai kata, percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini lazim disebut logika saja.
Secara defenisi, secara umum oleh para ahli mendefinisikan logika, antara lain: ada yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas prinsip-prinsip dan hukum penalaran yang tepat, ada yang menandaskan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan (science) tetapi sekaligus juga merupakan kecakapan atau keterampilan (art) untuk berpikir secara lurus, tepat dan teratur; ada pula yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid). Dari berbagai defenisi yang diuraikan oleh para ahli, Jan Hendrik Rapar (1996:10), menyimpulkan bahwa logika adalah cabang filsafat yang mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Menurut W. Poespoprodjo (1985:2), kata logika berasal dari bahasa Yunani logosyang digunakan dalam beberapa arti, seperti: “ucapan, bahasa, kata, pengertian, pikiran, akal budi, ilmu”. Dari pemaparan secara etimologi tentang logika tersebut kemudian diturunkan kata sifat logis yang sudah sangat sering terdengar dalam percakapan kita sehari-hari. Misalnya: Orang berbicara tentang perilaku yang tidak logis, tentang tata cara yang logis, tentang penjelasan yang logis, tentang jalan pikiran yang logis, dan sejenisnya. Dalam semua kasus itu, kata logis digunakan dalam arti yang kurang lebih sama dengan “masuk akal” atau singkatnya, segala sesuatu yang sesuai dengan dan dapat diterima oleh akal sehat.
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Menurut Irving M. Copi (ReviewIntroduction to Logic oleh Donald Kalish, 1964:92), logika didefinisikan sebagai suatu studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. Tetapi definisi ini pun tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa seseorang dengan sendirinya mampu menalar atau berpikir secara tepat hanya jika ia mempelajari logika.
Namun di lain pihak, harus juga diakui bahwa orang yang telah mempelajari logika jadi sudah memiliki pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berpikir secara tepat bila dibandingkan dengan orang yang sama sekali tidak pernah berkenalan dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap kegiatan penalaran. Dengan kata lain, logika tidak hanya menyangkut soal pengetahuan, melainkan juga soal kemampuan atau keterampilan. Kedua aspek ini berkaitan erat satu dengan yang lain.
Pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir harus dimiliki bila seseorang ingin melatih kemampuannya dalam berpikir, dan sebaliknya, seseorang hanya bisa mengembangkan keterampilannya dalam berpikir bila ia sudah menguasai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir. Antara keduanya terdapat kaitan yang saling melengkapi satu sama lainnya dalam proses pemikiran yang logis.
Keterampilan berpikir harus terus-menerus dilatih dan dikembangkan dan untuk itu, mempelajari logika secara akademis, khususnya logika formal sambil tetap menekuni latihan-latihan secara serius. Dengan cara ini, seseorang lambat laun diharapkan mampu untuk mengenali setiap bentuk kesesatan berpikir, termasuk kesesatan berpikir yang dilakukannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikerucutkan keterkaitan atau relasi moral dengan ilmu pengetahuan ketika berbicara pada pelacakan dimensi masyarakat, proses pembentukan ilmu pengetahuan, dan keputusan (produk) dari hasil pengembangan ilmu pengetahuan. Segala rangkaian dari setiap dimensi tersebut tentu menunjukan suatu tindakan dan pernyataan dari setiap masyarakat ilmiah yang mengeluti ilmu pengetahuan. Masyarakat ilmiah ini berdasarkan paradigma revolusi sains dalam mengembangakan ilmu pengetahuan tentu mempertimbangkan segala nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai yang dimaksud yaitu nilai moral. Moral ini merupakan wujud baik atau buruknya suatu tindakan/pernyataan bagi setiap masyarakat ilmiah.
Ranah pertimbangan moralitas dalam pengembangan ilmu pengetahuan yaitu ditekankan pada etika penelitian. Karena penelitian merupakan salah satu rangkaian dari proses pengembangan ilmu pengetahuan. Terlepas dari keragaman perspektif atas Etika penelitian. Etika penelitian ini untuk memberikan penekanan validitas (kesahihan data), reliability agar tidak merongrong wibawa keilmuan, apriori dari masyarakat ilmiah, dan meragukan bagi masyarakat pengguna, merugikan objek, dan rasa bersalah bagi peneliti itu sendiri (dalam kerangka pahaman pengembangan ilmu pengetahuan). Karenanya, keterkaitan moral dengan ilmu pengetahuan terhubungkan pada kajian tentang etika filsafat ilmu, etika bermetodologi, etika bermasyarakat ilmiah, etika sebagai subjek, etika terhadap objek, serta etika berpenelitian bagi peneliti.


0 komentar:

Post a Comment

Disqus Shortname

Comments system