TUGAS
“FILSAFAT ILMU”
OLEH
NURHAMIDAH
(1429040017)
PENDIDIKAN TEKNIK
INFORMATIKA & KOMPUTER
UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR
1.
KAITAN ILMU DENGAN MORAL
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan
dikaji secaraterbuka oleh masyarakat.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu,
1990, hal. 237). Jikalau hasil penemuan perseorangan tersebut memenuhi
syarat-syarat keilmuan maka ia akan diterimasebagai bagian dari kumpulan ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan dalam masyarakat.
Moral merupakan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab
untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan
kebenaran, diperlukankeberanian moral. Moral berkaitan dengan metafisika
keilmuan maka masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan
ilmiah. (Jujun S. Suriasumantri, FilsafatIlmu, 1990, hal. 234 – 235).
Pada kenyataan sekarang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangattergantung kepada ilmu dan teknologi. Dengan kemajuan ilmu
pengetahuan maka pemenuhankebutuhan hidup manusia dapat dilakukan secara
lebih cepat dan lebih mudah. Dengandiciptakannya peralatan teknologi dibidang
kesehatan, transportasi, pendidikan dankomunikasi, maka mempermudah manusia
dalam menyelesaikan pekerjaan untuk pemenuhankebutuhan hidupnya. Namun dalam
kenyataan apak ilmu selalu merupakan berkah, terbebasdari hal-hal negatif yang
membawa malapetaka dan kesengsaraan?
Sejak dalam tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan
tujuan perang.Ilmu bukan saja digunakan untuk mengusai alam melainkan
juga untuk memerangi sesamamanusia dan mengusai mereka. Teknologi tidak lagi
berfungsi sebagai sarana yangmemberikan kemudahan bagi kehidupan manusia
melainkan dia berada untuk tujuaneksistensinya sendiri.
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang
mempengaruhireproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi bukan saja
menimbulkan gejaladehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat
kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan
sarana yang membantu manusia mencapaitujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan
mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri,atau dengan perkataan lain ilmu bukan
lagi merupakan sarana yang membantu manusiamencapai tujuan hidupnya, namun juga
menciptakan tujuan hidup itu sendiri. Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu,
1990, hal. 231).
Sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moralnamun dalam perspektif. Ketika Copernicus (1473-1543)
mengajukan teorinya tentangkesemestaan alam dan menemukan bahwa ³bumi yang
mengelilingi matahari´dan bukansebaliknya seperti yang dinyatakan oleh ajaran
agama, maka timbullah interaksi antara ilmudan moral (yang bersumber pada
ajaran agama). Dari hal tersebut timbullah konflik yang bersumber
pada penafsiran metafisik ini yang berkulminasi pada pengadilan
inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Pengadilan inkuisisi Galileo ini selama
kurang lebih dua setengah abadmempengaruhi proses perkembangan berfikir di
Eropa, pada dasarnya mencerminkan pertarungan antara ilmu yang terbebas
dari nilai-nilai diluar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran di luar bidang
keilmuan yang ingin menjadikan nilai-nilainya sebagai penafsiranmetafisik keilmuan.Dalam kurun
ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang
berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: Ilmu yang
Bebas Nilai! Setelah pertarungan kurang lebih dua ratus lima puluh tahun
maka para ilmuwan mendapatkankemenangan. Setelah saat itu ilmu memperoleh
otonomi dalam melakukan penelitiannyadalam rangka mempelajari alam sebagaimana
adanya.
Dalam perkembangan selanjutnya ilmu dan teknologi tidak
selamanya berjalansesuai dengan yang diharapkan yaitu dalam rangka
mensejahterakan kehidupan manusia.Masalah teknologi telah mengakibatkan proses
dehumanisasi. Dari perkembangan ilmu danteknologi dihadapkan dengan moral, para
ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat.Golongan pertama ingin
melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total seperti pada eraGalileo
sedangkan golongan kedua mencoba menyesuaikan kenetralan ilmu secara
pragmatis berdasarkan perkembangan ilmu dan masyarakat. Golongan kedua
mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal yakni: (1) Ilmu secara faktual
telah dipergunakan secara destruktif olehmanusia yang dibuktikan dengan adanya
dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan; (2) Ilmu
telah berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehinggakaum ilmuwan lebih
mengatahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila
terjadi penyalagunaan; dan (3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di
mana terdapatkemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang
paling hakikiseperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial
(sosial engineering).
Berdasarkan ketiga hal ini maka golongan kedua berpendapat bahwa
ilmu secara moral harusditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan
martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
2.
KAITAN FILSAFAT DENGAN MORAL
Konklusi filsafat moral adalah salah satu dari keistimewaan
filsafat moral sebab,filsafat moral inilah yang mengkaji atau berhubungan
dengan suatu kebijakan.Jik makna dari filsafat itu sendiri adalah mencintai
kebijaksanaan,maka filsafat moral berupaya untuk menggapai kebijakan tersebut
dengan menghubungkan persoalan moral.Dalam wacana filsafat moral ini kita dapat
mengerti argumen argumen moral sekaligus mengerti mengambil kebijakan terbaik
dalam hidup ini.
Moral merupakat bagian dari filsafat. Filsafat
sendiri merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia, yang
betugas meneliti dan menentukan semua fakta kongkrit
hingga yang paling mendasar. Ciri khas filsafat adalah upaya dalam menjelaskan
pertanyaan selalu menimbulkan pertanyaan yang
baru.
Abdul kadir (2001)
memperinci unsur-unsur penting filsafat ilmu sebagai berikut:
1. Kegiatan
intelektual, Bahwa
filsafat merupakan kegiatan yang memerlukan intelektualitas atau pemukiran .
2. Mancari
makna yang hakiki, Filsafat
memerlukan interpretasi terhadap suatu dalam kerangka pencarian makna yang
hakiki.
3. Segala
fakta dan gejala, Bahwa
objik dari kegiatan filsafat adalah fakta dan gejala yang terjadi secara nyata.
4. Dengan
cara refleksi, metodis dan sistematis, Filsafat memrlukan suatu metode dalam kegiatannya serta
membutukan prosedur-prosedur yang sistematis.
5. Untuk
kebahagian manusia, Tujuan
akhir filsafat sebagai ilmu adalah untuk kebahagian manusia.
moral merupakan bagian
filsafat, yaitu filsafat moral. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan untuk
itu antara lain adalah bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari perbuatan
yang baik dan buruk, benar atau salah berdasarkan kodrat manusia yang
diwujudkan dalam kehendaknya. Sebagai sebuah ilmu, etika juga berkembang
menjadi study tentang kehendak manusia dalam mengambil keputusan untuk berbuat,
yang mendasari hubungan antara sesama manusia. Disamping itu, etika juga
merupakan study tentang pengembangan nilai moral untuk memungkinkan terciptanya
kebebasan kehendak karena kesadaran, bukan paksaan. Adapun alasan yang terahir
mengungkapakan bahwa etika adalah studi tentang nilai-nilai manusiawi yang
berupaya menunjukkan nilai-nilai hidup yang baik dan benar menurut manusia.
Dalam konteks etika
sebagai filsafat dan ilmu pengetahuan ini, perlu dilakukan pemisahan antara
etika dan moral. Etika adalah ilmu pengetahuan, sedangkan moral adalah objek
ilmu pengetahuan tersebut. Dan sebagai ilmu pengetahuan, etika menelaah tujuan
hidup manusia, yaitu kebahagiaan sempurna, kebahagiaan yang memuaskan manusia,
baik jasmani maupun rohani dari dunia sampai akhirat melalui
kebenaran-kebenaran yang bersifat filosofis.
Perkembangan teknologi
yang terjadi dalam kehidupan manusia, seperti refolusi yang memberikan banyak
perubahan pada cara berfikir manusia, baik dalam usaha pemecahan masalah,
perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan. Para pakar ilmu kognitif telah
menemukan bahwa ketika teknologi mengambil alih fungsi-fungsi mental manusia,
pada saat yang sama terjadi kerugian yang di akibatkan oleh hilangnya
fungsi-fungsi tersebut dari kerja mental manusia.
Perubahan yang terjadi
pada cara berfikir manusia sebagai salah satu akibat perkembangan teknologi tersebut,
sedikit banyak akan berengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia
terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang yang biasanya
berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara langsung dengan orang
lain, karena perkembangan teknologi internet dan email maka interaksi tersebut
menjadi kurang.
Teknologi sebenarnya
hanya alat yang digunakan manusia untuk menjawab tantangan hidup. Jadi, faktor
manusia dalam teknologi sangat penting. Ketika manusia membiarkan dirinya
dikuasai oleh teknologi maka manusia yang lain akan mengalahkannya. Sebenarnya,
teknologi dikembangkan untuk membantu manusia dalam melaksanakan aktifitasnya.
Hal itu karena manusia memang memilki kterbatasan.
3. KAITAN PENGETAHUAN
DENGAN MORAL
Untuk menjelaskan keterkaitan moral dengan pengetahuan, perlu
menjelaskan secara sistematis dari penjabaran filsafat. Berdasarkan uraian
konseptual pada bab sebelumnya bahwa filsafat, dapat ditafsirakan, yaitu:
Pertama, filsafat adalah upaya spekulatif yang mengajarkan kepada kita
untuk mencintai, kebijaksanaan, kebenaran dan mengenal Tuhan (the
speculative attempt to present a systematic and complete view of all reality).
Spekulatif adalah berdasarkan perkiraan-perkiraan atau berdasrkan
dugaan-dugaan/pandangan-pandangan, pemikiran yang telah terbentuk lebih dahulu
tanpa mengetahui fakta-fakta yang ada (bassed on guessing or on opinion that
have been formed without knowing all the facts) atau menunjukan upaya untuk
menduga/memperkirakan sesuatu (showing that you are trying to gues something).
Teori adalah sekumpulan ide-ide yang teruji/sudah mapan yang ditujukan untuk
menjelaskan mengapa sesuatu itu terjadi (theory, a formal set of ideas that
is intended to explain why something happens orexists).
Kedua, filsafat adalah upaya untuk menjelaskan/menggambarkan kenyataan
yang paling akhir dan nyata (The attempt to describe the ultimate and real
nature of reality). Ketiga, filsafat dapat juga didefinisikan
sebagai refleksi atas berbagai pengalaman manusia, atau sebagai upaya
pengenalan masalah-masalah yang berkaitan erat dengan kemanusiaan secara
rasional, metodikal dan sistematis.
Setelah memberikan penegasan dari tafsiran atas filsafat tersebut,
secara spesifik dari alat rasionalisasi dari ilmu pengetahuan adalah logika.
Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang
berasal dari kata benda logos. Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan,
suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, atau ungkapan lewat
bahasa. Kata logikos berarti mengenai kata, percakapan atau yang berkenaan
dengan ungkapan lewat bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau
dalam bahasa latin disebut logica scientia yang
berarti ilmu logika, namun sekarang ini lazim disebut logika saja.
Secara defenisi, secara umum oleh para ahli mendefinisikan logika,
antara lain: ada yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu dalam lingkungan
filsafat yang membahas prinsip-prinsip dan hukum penalaran yang tepat, ada yang
menandaskan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan (science) tetapi
sekaligus juga merupakan kecakapan atau keterampilan (art) untuk
berpikir secara lurus, tepat dan teratur; ada pula yang mengatakan bahwa logika
adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang
sahih (valid). Dari berbagai defenisi yang diuraikan oleh para ahli, Jan
Hendrik Rapar (1996:10), menyimpulkan bahwa logika adalah cabang filsafat yang
mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan
formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan
penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional.
Menurut W. Poespoprodjo (1985:2), kata logika berasal dari bahasa
Yunani logosyang digunakan dalam beberapa arti, seperti: “ucapan,
bahasa, kata, pengertian, pikiran, akal budi, ilmu”. Dari pemaparan secara
etimologi tentang logika tersebut kemudian diturunkan kata sifat logis yang
sudah sangat sering terdengar dalam percakapan kita sehari-hari. Misalnya:
Orang berbicara tentang perilaku yang tidak logis, tentang tata cara yang
logis, tentang penjelasan yang logis, tentang jalan pikiran yang logis, dan
sejenisnya. Dalam semua kasus itu, kata logis digunakan dalam arti yang kurang
lebih sama dengan “masuk akal” atau singkatnya, segala sesuatu yang sesuai
dengan dan dapat diterima oleh akal sehat.
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya
adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika
adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Menurut Irving
M. Copi (Review: Introduction to Logic oleh Donald
Kalish, 1964:92), logika didefinisikan sebagai suatu studi tentang
metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam membedakan penalaran
yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. Tetapi definisi ini pun tidak
bermaksud untuk mengatakan bahwa seseorang dengan sendirinya mampu menalar atau
berpikir secara tepat hanya jika ia mempelajari logika.
Namun di lain pihak, harus juga diakui bahwa orang yang telah
mempelajari logika jadi sudah memiliki pengetahuan mengenai metode-metode dan
prinsip-prinsip berpikir, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berpikir
secara tepat bila dibandingkan dengan orang yang sama sekali tidak pernah
berkenalan dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap kegiatan
penalaran. Dengan kata lain, logika tidak hanya menyangkut soal pengetahuan,
melainkan juga soal kemampuan atau keterampilan. Kedua aspek ini berkaitan erat
satu dengan yang lain.
Pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir
harus dimiliki bila seseorang ingin melatih kemampuannya dalam berpikir, dan
sebaliknya, seseorang hanya bisa mengembangkan keterampilannya dalam berpikir
bila ia sudah menguasai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir. Antara
keduanya terdapat kaitan yang saling melengkapi satu sama lainnya dalam proses
pemikiran yang logis.
Keterampilan berpikir harus terus-menerus dilatih dan dikembangkan
dan untuk itu, mempelajari logika secara akademis, khususnya logika formal
sambil tetap menekuni latihan-latihan secara serius. Dengan cara ini, seseorang
lambat laun diharapkan mampu untuk mengenali setiap bentuk kesesatan berpikir,
termasuk kesesatan berpikir yang dilakukannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikerucutkan keterkaitan atau
relasi moral dengan ilmu pengetahuan ketika berbicara pada pelacakan dimensi
masyarakat, proses pembentukan ilmu pengetahuan, dan keputusan (produk) dari
hasil pengembangan ilmu pengetahuan. Segala rangkaian dari setiap dimensi
tersebut tentu menunjukan suatu tindakan dan pernyataan dari setiap masyarakat
ilmiah yang mengeluti ilmu pengetahuan. Masyarakat ilmiah ini berdasarkan
paradigma revolusi sains dalam mengembangakan ilmu pengetahuan tentu
mempertimbangkan segala nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat.
Nilai-nilai yang dimaksud yaitu nilai moral. Moral ini merupakan wujud baik
atau buruknya suatu tindakan/pernyataan bagi setiap masyarakat ilmiah.
Ranah pertimbangan moralitas dalam pengembangan ilmu pengetahuan
yaitu ditekankan pada etika penelitian. Karena penelitian merupakan salah satu
rangkaian dari proses pengembangan ilmu pengetahuan. Terlepas dari keragaman
perspektif atas Etika penelitian. Etika penelitian ini untuk memberikan
penekanan validitas (kesahihan data), reliability agar tidak
merongrong wibawa keilmuan, apriori dari masyarakat ilmiah, dan meragukan bagi
masyarakat pengguna, merugikan objek, dan rasa bersalah bagi peneliti itu
sendiri (dalam kerangka pahaman pengembangan ilmu pengetahuan). Karenanya,
keterkaitan moral dengan ilmu pengetahuan terhubungkan pada kajian tentang
etika filsafat ilmu, etika bermetodologi, etika bermasyarakat ilmiah, etika
sebagai subjek, etika terhadap objek, serta etika berpenelitian bagi peneliti.
0 komentar:
Post a Comment